John Elkington pada
tahun 1997 mempopulerkan istilah Triple Bottom Line melalui
bukunya yang berjudul "Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of
Twentieth Century Business", Elkington mengembangkan konsep Triple
Bottom Line dalam istilah economic prosperity,
environmental quality, dan social justice.
Perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memerhatikan
"3P". Selain mengejar profit, perusahaan juga
harus memerhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut
berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Aspek-aspek
yang terdapat dalam Triple Bottom Line adalah sebagai
berikut (Wibisono, 2007).
1. Profit
Profit merupakan unsur
terpenting dan menjadi tujuan dari setiap kegiatan usaha. Fokus utama dari
seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau
mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Profit sendiri adalah tambahan pendapatan
yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas
yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara
lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya. Hal
tersebut akan menyebabkan perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang dapat
memberikan nilai tambah semaksimal mungkin.
Contoh :
2. People
Masyarakat di sekitar
perusahaan adalah salah satu stakeholder penting yang
harus diperhatikan oleh perusahaan. Dukungan dari masyarakat sekitar sangat
diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan
sehingga perusahaan akan selalu berupaya untuk memberikan manfaat
yangsebesar-besarnya kepada masyarakat. Operasi perusahaan berpotensi
memberikan dampak bagi masyarakat sekitar, sehingga perusahaan perlu untuk
melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Secara
ringkas, jika perusahaan ingin tetap mempertahankan usahanya, perusahaan juga
harus menyertakan tanggung jawab yang bersifat sosial.
Contoh :
3. Planet
Selain aspek people,
perusahaan juga harus memperhatikan tanggung jawabnya terhadap lingkungan.
Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis, kerapkali sebagian besar
perusahaan tidak terlalu memperhatikan hal yang berhubungan dengan lingkungan,
karena tidak ada keuntungan langsung di dalamnya. Dengan melestarikan
lingkungan, perusahaan akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari
sisi kenyamanan dan ketersediaan sumber daya yang menjamin kelangsungan hidup
perusahaan.
Contoh :
Berikan contoh untuk Profit, People dan Planet
berdasarkan kasus Mas Blangkon Company dibawah ini.
Kementrian kesehatan merilis data kaum difabel di Indonesia
mencapai 3,11% dari populasi penduduk atau sekitar 6.7 juta jiwa. Sementara jika
mengacu pada standar yang diterapkan oleh organisasi kesehatan dunia PBB (WHO)
diketahui jumlah penyandang cacat di Indonesia mencapai 10 juta jiwa. Karena jumlahnya
yang minoritas maka wajar jika keberadaan kaum difabel kurang mendapat respon
positif dari masyarakat maupun pemerintah. Sedikitnya kesempatan pekerjaan bagi
mereka menyebabkan kaum difabel menggunakan segala cara untuk menghasilkan
penghasilan.
Perusahaan Mas Blangkon
Company merilis sebuah produk barunya awal tahun ini dengan nama Chocolate
Marcoop. Chocolate Marcoop adalah sebuah produk minuman coklat yang pengelolaan
serta produksinya dikerjakan oleh komunitas difabel di daerah bandung. Karena pengerjaan
chocolate marcoop dari pembelian bahan baku, pencampuran bahan baku, hingga
pakaging produk dikerjakan oleh para penderita difabel maka pada awalnya secara
rutin Mas Blangkon Company mengajarkan bagaimana sistem produksi yang baik agar
produk yang dihasilkan higenis, pelatihan tersebut rutin dilakukan 3 kali dalam
seminggu dan berlangsung selama 2 bulan, setelah dirasa anggota komunitas paham
bagaimana alur dari produksi maka para kaum difabel sudah diberikan kepercayaan
terhadap produksi sehingga Mas Blangkon Company hanya mengontrol stiap
melakukan penjualan barang.
Produk Chocolate
Marcoop dikemas menggunakan kemasan botol kaca berkapasitas 350ml dan di bandrol
dengan harga Rp. 12.000.00,- per botol. Chocolate Marcoop akan menggunakan
sistem tukar botol seperti produk teh kemasan botol yang sudah ada, namun
bedanya botol dari Chocolate Marcoop dapat di bawa pulang oleh konsumen, maka pemilik
botol bukanlah pemilik warung melainkan konsumen langsung. Mas Blangkon Company
menyebutnya dengan Refil to Consumer
Program. Tawaran harga yang murah untuk pembelian kedua dan seterusnya menyebabkan
konsumen ingin melakukan Refil to
Consumer Program ini serta kemasan botol yang unik juga membuat konsumen
ingin memiliki kemasan botol.
Selain bekerjasama
dengan komunitas difabel Jawa Barat Mas Blangkon Company juga membuat kerjasama
dengan koperasi petani coklat di Jawa Timur sebagai pemasok bahan baku utama
dari produknya. Dipilihnya koperasi petani coklat di Jawa Timur ini bukan tanpa
alasan, selain harganya relatif stabil koperasi ini juga memiliki program
pemberdayaan lahan sempit dan terbukti menggunakan pupuk alami.
Dengan adanya kerjasama
antara Mas Blangkon Company dengan komunitas kaum difabel Jawa Barat mengurangi
jumlah pengangguran di Jawa Barat serta meningkatkan perekonomian anggota komunitas
kaum difabel. Setelah hampir satu tahun berjalan ahirnya anggota kaum difabel
dapat menyekolahkan anak anaknya.
Mas Blangkon Company mengadakan
pelatihan pengembangan usaha untuk anggota komunitas kaum difabel se Indonesia
per-triwulan, kegiatan workshop serta pameran hasil karya kaum difabel juga
sering kali dipamerkan dalam setiap acara yang di selenggarakan oleh Mas
Blangkon Company seperti seminar enterpreneur, talk show dan bazar bazar
difable. Rencananya awal tahun depan Mas Blangkon Company akan membagikan sepuluh
ribu kaki dan tangan palsu serta lima ribu kursi roda gratis kepada para
penyandang difabel di Jawa Barat