Rabu, 09 November 2016

Triple Bottom Line - John Elkington – 1997

John Elkington pada tahun 1997 mempopulerkan istilah Triple Bottom Line melalui bukunya yang berjudul "Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business", Elkington mengembangkan konsep Triple Bottom Line dalam istilah economic prosperity, environmental quality, dan social justice.
 
Perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memerhatikan "3P". Selain mengejar profit, perusahaan juga harus memerhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Aspek-aspek yang terdapat dalam Triple Bottom Line adalah sebagai berikut (Wibisono, 2007).
 
1. Profit
Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan dari setiap kegiatan usaha. Fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Profit sendiri adalah tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya. Hal tersebut akan menyebabkan perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin.
Contoh :
 
2. People
Masyarakat di sekitar perusahaan adalah salah satu stakeholder penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Dukungan dari masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan sehingga perusahaan akan selalu berupaya untuk memberikan manfaat yangsebesar-besarnya kepada masyarakat. Operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak bagi masyarakat sekitar, sehingga perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Secara ringkas, jika perusahaan ingin tetap mempertahankan usahanya, perusahaan juga harus menyertakan tanggung jawab yang bersifat sosial.
Contoh :
 
3. Planet
Selain aspek people, perusahaan juga harus memperhatikan tanggung jawabnya terhadap lingkungan. Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis, kerapkali sebagian besar perusahaan tidak terlalu memperhatikan hal yang berhubungan dengan lingkungan, karena tidak ada keuntungan langsung di dalamnya. Dengan melestarikan lingkungan, perusahaan akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari sisi kenyamanan dan ketersediaan sumber daya yang menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Contoh :
  
Berikan contoh untuk Profit, People dan Planet berdasarkan kasus Mas Blangkon Company dibawah ini.
Kementrian kesehatan merilis data kaum difabel di Indonesia mencapai 3,11% dari populasi penduduk atau sekitar 6.7 juta jiwa. Sementara jika mengacu pada standar yang diterapkan oleh organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) diketahui jumlah penyandang cacat di Indonesia mencapai 10 juta jiwa. Karena jumlahnya yang minoritas maka wajar jika keberadaan kaum difabel kurang mendapat respon positif dari masyarakat maupun pemerintah. Sedikitnya kesempatan pekerjaan bagi mereka menyebabkan kaum difabel menggunakan segala cara untuk menghasilkan penghasilan.
Perusahaan Mas Blangkon Company merilis sebuah produk barunya awal tahun ini dengan nama Chocolate Marcoop. Chocolate Marcoop adalah sebuah produk minuman coklat yang pengelolaan serta produksinya dikerjakan oleh komunitas difabel di daerah bandung. Karena pengerjaan chocolate marcoop dari pembelian bahan baku, pencampuran bahan baku, hingga pakaging produk dikerjakan oleh para penderita difabel maka pada awalnya secara rutin Mas Blangkon Company mengajarkan bagaimana sistem produksi yang baik agar produk yang dihasilkan higenis, pelatihan tersebut rutin dilakukan 3 kali dalam seminggu dan berlangsung selama 2 bulan, setelah dirasa anggota komunitas paham bagaimana alur dari produksi maka para kaum difabel sudah diberikan kepercayaan terhadap produksi sehingga Mas Blangkon Company hanya mengontrol stiap melakukan penjualan barang.
Produk Chocolate Marcoop dikemas menggunakan kemasan botol kaca berkapasitas 350ml dan di bandrol dengan harga Rp. 12.000.00,- per botol. Chocolate Marcoop akan menggunakan sistem tukar botol seperti produk teh kemasan botol yang sudah ada, namun bedanya botol dari Chocolate Marcoop dapat di bawa pulang oleh konsumen, maka pemilik botol bukanlah pemilik warung melainkan konsumen langsung. Mas Blangkon Company menyebutnya dengan Refil to Consumer Program. Tawaran harga yang murah untuk pembelian kedua dan seterusnya menyebabkan konsumen ingin melakukan Refil to Consumer Program ini serta kemasan botol yang unik juga membuat konsumen ingin memiliki kemasan botol.
Selain bekerjasama dengan komunitas difabel Jawa Barat Mas Blangkon Company juga membuat kerjasama dengan koperasi petani coklat di Jawa Timur sebagai pemasok bahan baku utama dari produknya. Dipilihnya koperasi petani coklat di Jawa Timur ini bukan tanpa alasan, selain harganya relatif stabil koperasi ini juga memiliki program pemberdayaan lahan sempit dan terbukti menggunakan pupuk alami.
Dengan adanya kerjasama antara Mas Blangkon Company dengan komunitas kaum difabel Jawa Barat mengurangi jumlah pengangguran di Jawa Barat serta meningkatkan perekonomian anggota komunitas kaum difabel. Setelah hampir satu tahun berjalan ahirnya anggota kaum difabel dapat menyekolahkan anak anaknya.
Mas Blangkon Company mengadakan pelatihan pengembangan usaha untuk anggota komunitas kaum difabel se Indonesia per-triwulan, kegiatan workshop serta pameran hasil karya kaum difabel juga sering kali dipamerkan dalam setiap acara yang di selenggarakan oleh Mas Blangkon Company seperti seminar enterpreneur, talk show dan bazar bazar difable. Rencananya awal tahun depan Mas Blangkon Company akan membagikan sepuluh ribu kaki dan tangan palsu serta lima ribu kursi roda gratis kepada para penyandang difabel di Jawa Barat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar